Sukadi T, lahir pada tanggal 05 Mei 1958 di
Sawahlunto adalah cucu keturunan pekerja paksa dari Mbah Karno dari pihak ibu dan Mbah
Wongso Karyo dari pihak bapak. Beliau berdua pelaku pekerja paksa di
Sawahlunto di jaman Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda.
Untuk mengungkap Sejarah Masa
Lalu dengan Pelakunya Dari orang
buangan dan Tahanan Politik Menyusun dan merangkum
tentang sumber sejarah dari bangsa Penjajah Kolonial Hindia Belanda terhadap
Bangsa yang terjajah Bangsa Indonesia yaitu eksploitasi pekerja paksa (Orang
Rantai) Dan Pelanggaran Hak-hak Asasi
Manusia Sejagad atau Declaration Universal Of Human Right (DUHAM) di Sawahlunto,
Sumatera Barat. Pemerintah Kolonial Belanda berutang
budi kepada kaum buruh paksa (pekerja rodi), dan jasa-jasanya sangat besar
sekali , hasrat dan tujuan pemerintah colonial Belanda telah terpenuhi. Tetapi
kehidupan pekerja selalu dalam kemiskinan dan kemelaratan. Mereka adalah pahlawan pekerja, pahlawan DEVISA yang
sangat berjasa menguntungkan Pemerintah
Kolonial Belanda. Mereka tidak pernah mendapatkan kompensasi, santunan dan pensiun sampai akhir hayatnya. Pemerintah
Belanda harus melaksanakan prinsip-prinsip yang tercantum di piagam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sesama pekerja paksa mempunyai suatu ikatan rasa
persaudaraan yang sangat bersatu, mereka dari Pulau Jawa ke Sumatera dengan
transportasi kapal laut, berikrar dengan menyebut Dhulur Tunggal Sekapal (Saudara satu kapal) yaitu Saudara senasib sepenanggungan (Satu Rasa Seduluran Untuk Semua). Hubungan antara Dhulur Tunggal Sekapal dengan Bangsa
Belanda tak dapat dipisahkan dan dilupakan, karena adanya sejarah masa lalu dan Pemerintahan Belanda telah
banyak berhutang budi (Budi Baik) kepada kaum buruh paksa.
Rutinitas pekerja paksa dari penjara (tangsi) ke tempat bekerja dan setelah itu kembali
lagi ke penjara (tangsi) yang sekelilingnya dipagar kawat berduri
dengan pengawalan dan penjagaan ketat
oleh opsir Pemerintah Kolonial Belanda dengan senjata yang siap siaga
tembak ditempat jika ada kekacauan, pekerjaan yang dilakukan pekerja paksa
disemua bidang pekerjaan, seperti membangun jalan, rumah, gedung dan lain-lain.
Begitulah nasib pekerja paksa (orang rantai) dalam penderitaan dan kesengsaraannya, yang dihadapi setiap harinya oleh penindasan penjajahan Kolonial Hindia
Belanda di Sawahlunto.
Pertambangan
Batubara Ombilin di Sawahlunto adalah yang pertama di Indonesia. Lokasi tambang pertama di
lembah soegar (lobang mbah soero 1891). Dan ditetapkan sebagai hari jadi tambang Batubara Ombilin pada
tanggal 28 Desember 1891. Peran dan keberadaan pekerja paksa dijaman
penjajahan Kolonial Belanda dengan peninggalan
warisan sejarah, yang mana asset dan fasilitas cikal bakal pembangunan berkelanjutan di Sumatera Barat khususnya kota
Sawahlunto.
Dari awal pertama dengan menanamkan modal investasi sebesar 5,5 juta gulden dan penambahan anggaran investasi sebesar 17 juta gulden untuk
pembangunan dan infrastruktur jalur kereta api dan pertambangan batubara
Pemerintah Kolonial Belanda bisa mendapatkan keuntungan pendapatan DEVISA yang sangat besar diatas penderitaan orang
rantai pekerja paksa (kerja rodi). Tetapi kehidupan pekerja
selalu dalam kemiskinan dan kemelaratan.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10224738982518692&id=1135946913
BalasHapus